neobux

klik aja deh

ASKEP APENDISITIS

Jumat, 22 Januari 2010

. PENGERTIAN
Apendiksitis akut merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan yang paling umum ditemukan dan yang paling sering memberikan keluhan abdomen yang akut.

II. ETIOLOGI
1. Penyumbatan lumen apendiks oleh fekalit (tinja yang mengeras).
2. Tumor.
3. Cacing Gelang.

III. PATOGENESIS
Dengan adanya sumbatan itu maka aliran mukus yang disekresi oleh apendiks terhalang selanjutnya apendiks menjadi teregang. Kemungkinan peregangan itu mempengaruhi aliran darah pada dinding apendiks sehingga ia menjadi mudah diserang oleh flora normal yang asalnya tidak patogen. Pada kasus di mana tidak ditemukan sumbatan lumen yang jelas, keadaan ini mungkin disebabkan oleh penekukan apendiks, hiperplasi limfoid yang disebabkan oleh virus, dengan bertambahnya usia terjadi striktura oleh jaringan ikat.

IV. MORFOLOGI
Apendiksitis akut ditemukan sedikit eksudat netrofilik pada lapisan mukosa, submukosa, dan muskularis pembuluh darah pada lapisan subserosa terbendung dan sering dikelilingi oleh netrofil yang berimigrasi. Bendungan itu merubah lapisan serosa yang tadinya mengkilap menjadi suatu membran glanular yang tidak mengkilap dan berwarna kemerahan. Dengan berkembangnya penyakit, eksudat netrofil itu menjadi semakin jelas dan lapisan serosa diliputi oleh suatu bahan fibropurulen.
Fokus nekrosis supuratif terbentuk di dalam dinding apendiks, dan pada stadium ini disebut apendiks supuratif akut. Akhirnya edema yang terjadi karena proses peradangan mempengaruhi suplai darah ke apendiks dan terjadilah nekrosis gangrenosa dengan daerah tekak berdarah yang luas berwarna kehijauan serta focus nekrosis yang berwarna hijau kehitaman meluas di sepanjang dinding serosa. Stadium apendiks gangrenosa akut ini, dapat segera menimbulkan ruptur apendiks. Pada saat operasi, sering ditemukan fekalit di dalam lumen apendiks yang meradang, tetapi hal ini tidak selalu terjadi.
Gambaran histologis selama stadium apendiksitis akut adalah tidak spesifik dan mengikuti pola peradangan akut pada umumnya, supurasi dan nekrosis gangrenosa seperti pada jaringan lain. Karena beberapa derajat radang superfial dapat mengalirkan eksudatnya kedalam apendiks dari lesi yang lebih proksimal, seperti iletis, maka diagnosis histologis dari apendiksitis akut memerlukan keterlibatan lapisan muskularis.
Apediksitis Kronis merupakan subyek yang banyak diperdebatkan. Termasuk di sini adalah isu mengenai apakah serangan akut yang berulang dan spontan hendaknya dimasukkan ke dalam istilah apendiks kronis. Dapat terjadi inflamasi yang sungguh – sungguh persistem dan kecil pada apendiks meskipun hal ini jarang terjadi. Keadaan ini dicirikan oleh suatu penebalan dinding apendiks yang timbul karena proses fibrosis. Secara histologis, terdapat infiltrasi sel radang mononukleas pada seluruh dinding apendiks, terutama pada lapisan subserosa tetapi kadang – kadang terkumpul di dalam folikel limfod yang besar.

V. PENGKAJIAN
Observasi / temuan
 Nyeri abdominal; tiba – tiba hilang dari nyeri pada perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri menyebar
 Kekakuan
 Melindungi
 Posisi tidur miring dengan lutut fleksi memberikan rasa nyaman yang maksimal
 Distensi abdomen secara progresif
 Muntah (mungkin terjadi setelah serangan nyeri)
 Diare atau konstipasi
 Penurunan atau hilangnya bising usus
 Demam
 Takipnea
 Napas dangkal
 Takikardia
 Menggigil
 Pucat atau kemerahan
 Peka rangsang
 Gelisah
 Dehidrasi

Pemeriksaan laboratorium / diagnostik
 Peningkatan jumlah SDP, dengan penggeseran diferensial
 Urinalisis untuk mendeteksi adanya infeksi adanya infeksi saluran kemih (ISK)
 Pemeriksaan ronsen abdomen untuk mendeteksi penyebab lain dari nyeri (mis. Impaksi fekal)
 Ronsen dada untuk mengesampingkan pneumonia
Bila operasi pengangkatan apendiks ditunda pada keadaan ini dapat timbul potensial komplikasi sebagai berikut:
1. Peritonitis.
2. Terbentuknya abses disekitar apendiks.
3. Peradangan vena porta (pylephlebitis), dengan trombosis vena porta.
4. Terbentuknya abses hati.
5. Septikemia.
6. Dehidrasi
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
8. Pneumonea
VII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pra operasi
 Puasa
 Cairan parenteral
 Selang nasogastrik disambungkan pada pengisapan rendah danintermiten
 Terapi antibiotika

Pembedahan
Pembedahan untuk mengangkat apandiks ( apendiktomi )

Pasca operasi
 Puasa
 Cairan perenteral
 Cairan nasogastrik yang keluar digantikan dengan cairan parenteral
 Selang nasogastrik disambungkan pada penghisap rendah dan intermiten
 Tentukan volume larutan irigasi selang nasogastrik
 Lepaskan selang nasogastrik
 Berikan makanan per oral dan semakin ditingkatkan dari pemberian cairan jernih sampai diet yang teratur sesuai usia
 Spirometer insentif
 Tentukan jenis perawatan luka
 Antibiotik
 Analgetik
 Antipiretik






ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN APENDIKSITIS

I. DK: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan factor peritonitis sekunder terhadap apendiks ruptur.
Hasil yang diharapkan: Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi / inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam.

INTERVENSI RASIONAL
1. Setiap jam monitor :
- Tanda vital
- Bising usus
- Ukuran abdomen
- Kualitas nyeri
2. Beritahu dokter dengan segera dan siapkan
Pembedahan sesuai program bila manifestasi
Perporasi terjadi:
- Penghentian nyeri tiba – tiba. Beberapa menit kemudian, nyeri terjadi lagi disertai dengan distensi abdomen, abdomen kaku, takikardi, penurunan TD, takipnea, dan muntah
3. Pertahankan puasa, berikan terapi IV sesuai program. Siapkan pasien pada pembedahan sesuai pesanan




4. Pertahankan tirah baring pada posisi semi – fowler’s pertahankan lutut tempat tidur agak fleksi

5. Jelaskan bahwa obat nyeri tidak dapat diberikan sampai penyebab nyeri telah teridentifikasi

6. Hindari pemberian enema 1. Untuk mendeteksi perporasi




2. Pembedahan segera diperlukan untuk apendiks ruptur. Isi usus keluar kedalam rongga peritoneal bila apendiks ruptur, mencetuskan peritonitis






3. Penghentian masukan makanan dan cairan melalui mulut sebelum pembedahan mengurangi resiko muntah dan aspirasi bila dianastesi. Akses vaskuler diperlukan bila obat darurat diperlukan

4. Untuk mengurangi tegangan pada otot abdominal


5. Obat nyeri menutupi gejala, khususnya bila apendiks ruptur


6. Enema dapat mencetuskan ruptur dari apendiks

II. DK: Potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, penghisapan nasogastrik, dan/atau ketidakmampuan untuk menggunakan cairan oral.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.

INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi TD dan nadi



2. Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

3. Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine / konsistensi, berat jenis



4. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus
5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi

6. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir

7. Pertahankan penghisapan gaster / usus




8. Berikan cairan dan elektrolit 1. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskular

2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi / kebutuhan peningkatan cairan

4. Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral
5. Menurunkan iritasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan


6. dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah – pecah


7. Slang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pascaoperasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah

8. Peritonium bereaksi terhadap iritasi / infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemi, dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit


III. DK: Nyeri berhubungan dengan intervensi pembedahan
Hasil yang diharapkan: melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat.


INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat bersama dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan

2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi- fowler’s




3. Dorong ambulasi dini





4. Berikan aktivitas hiburan



5. Pertahan puasa / penghisapan NG pada awal


6. berikan analgesik sesuai indikasi


7. Berikan kompres es pada abdomen



1. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medis dan intervensi



2. Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang

3. Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen

4. Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping

5. Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan iritasi gaster / muntah

6. Menghilangkan nyeri memper-mudah kerja sama dengan intervensi terapi lain, contoh ambulasi, batuk
7. Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf. Catatan : jangan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan


IV. DK: Kurang Pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan di rumah dan kebutuhan evaluasi
Hasil yang diharapkan: menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi, berpartisipasi dalam program pengobatan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh mengangkat berat, olah raga, seks, latihan, menyetir

2. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodic



3. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan / pengikat

4. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh, peningkatan nyeri, edema / eritema luka, adanya drainase, demam
5. Anjurkan menggunakan laksatif / pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema 1. Memberikan informasi pada pasien merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah


2. Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, dan perasaan sehat, dan mempermudah kembali ke aktivitas normal

3. Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan


4. Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi sering contoh, lambatnya penyembuhan, peritonitis

5. Membantu kembali kefungsi usus semula, mencegah mengejan saat defekasi



DAFTAR PUSTAKA

Robin and Kumar, Buku Ajar Patologi II, Ed.4, Jakarta, 1995;

Marilyn Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler, Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta, 2000;

Vol.1, Barbara Engram, Rencana Asuhan keperawatan medical – Bedah, Jakarta, 1999.

0 komentar:

Posting Komentar

massage

Blog ini akan meng-update postingan setiap minggu.

Jika ada halaman yang kosong jangan hiraukan,copy-paste aja semuanya.

Dan jangan lupa kirim commentnya jika menurut anda blog ini penting


SITEMETER

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP